Click ... Terima kasih.

Click Me! Click Me! Thanks
Looking for gifts for birthday, wedding, anniversary etc?
Ingatkan daku...
Ingatkan kesilapan dan kesalahanku kerana Sayangmu,
Bukan kerana benci dan cemburu...
{wansiti}

Search

POST-TO-DO

DEALER TOPUP MALAYSIA
SEWA RUMAH DI KOTA BHARU, KELANTAN PENGANGKUTAN DISEDIAKAN
Tambah PENDAPATAN Paling Mudah Dengan SIMPAN EMAS!!!

Alkohol Haramkah? Part 3

ETHANOL SEBAGAI PELARUT DAN DESINFEKTAN

Mari kita lihat kembali bagaimana dengan hukum bahan-bahan kimia seperti ethanol, aceton, heksane, kloroform. Seharusnya asal hukum zat-zat ini adalah halal, akan tetapi manakala mereka digunakan untuk membuat minuman yang memabukkan (ethanol dicampur air misalnya, dengan catatan pada kenyataannya hampir tidak ada minuman yang dibuat dengan cara ini) maka minuman yang dibuatnya itu menjadi haram. Demikian pula dengan kloroform, jika kloroform digunakan untuk membius diri dengan tujuan supaya teler, maka ia menjadi haram. 

Dengan demikian, semua bahan kimia selama ia tidak digunakan untuk membuat minuman yang memabukkan atau digunakan untuk "fly" (mabuk narkotika) seharusnya halal. Sehingga, ethanol yang digunakan untuk desinfektasi alat-alat kedoktoran, pelarut kimia di lab-lab, pelarut perfume, dll. adalah halal dan boleh digunakan. Jika ini tidak boleh, bagaimana dengan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk sanitasi, mereka itu racun jika dimakan, apakah juga tidak boleh digunakan? Jika ehtanol untuk desinfektasi alat-alat kedoktoran diganti dengan aceton (lebih toksik dari alkohol) apakah menjadi boleh kerana bukan ethanol (alkohol)? Seharusnya tetap boleh kerana disini haram atau tidaknya dalam konteks dimakan atau diminum atau digunakan untuk membuat kita mabuk.

Masalah lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah masalah najis. Khamar bersifat najis, walaupun ada yang berpendapat bahwa khamar tidak najis tapi hanya haram. Jika ethanol tidak sama dengan khamar maka status ethanol sama dengan status bahan-bahan kimia lain yang sejenis iaitu tidak najis sehingga dapat digunakan untuk pelarut perfume kerana perfume tidak dimakan dan ethanol tidak najis.

PENGGUNAAN ETANOL DALAM PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN

Walaupun ethanol sebagai bahan kimia seharusnya tidak haram; akan tetapi seperti halnya penggunaan bahan-bahan kimia yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan makanan, maka penggunaan ethanol dalam pengolahan makanan dan pembuatan produk makanan harus dibatasi. Bahan-bahan kimia lain (seperti bahan tambahan makanan) penggunaannya harus dibatasi kerana masalah kesalamatan dari segi kesihatan.

Penggunaan pelarut organik (bahan kimia cair yang sering digunakan untuk melarutkan bahan-bahan kimia lainnya atau untuk mengekstraksi/mengambil bahan-bahan dari bagian tanaman) yang bersifat lebih beracun dari ethanol masih diperkenankan dalam pengolahan bahan makanan seperti pada pembuatan oleoresin (ini adalah bahan seperti minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi rempah-rempah atau herba. Pelarut organik selain ethanol yang digunakan adalah heksana, diklorometan, propanol, aseton, dll. Akan tetapi apabila oleoresin sudah diperoleh maka pelarut organik ini harus dihilangkan sampai tersisa hanya sedikit sekali (dalam satuan ppm @ bagian per sejuta).
kacang kedele

Penggunaan pelarut organik seperti ethanol pada proses lainnya iaitu untuk mengambil/mengekstraksi minyak dari kacang-kacangan seperti kacang kedele. Dengan demikian, etanol seharusnya juga masih boleh digunakan dalam pengolahan pangan, asalkan pada proses selanjutnya dihilangkan sama halnya seperti penggunaan pelarut organik lainnya.

Ethanol seharusnya boleh digunakan sebagai pelarut pengekstrak bahan-bahan perasa (bahan yang digunakan untuk memberi aroma dan rasa makanan), komponen bioaktif (bahan-bahan kimia yang bermanfaat dalam kesihatan), dan lainnya, asalkan ethanol tersebut dihilangkan, atau pada formulasi akhir (dalam essens misalnya) kadar ethanolnya tidak lebih dari 1%.  Pada pengolahan makanan lainnya seperti pada pembuatan surimi, ethanol juga seharusnya boleh digunakan, asalkan pada produk akhir konsentrasinya tidak lebih dari 1%.

Batas kadar ethanol harus di bawah 1% yang tersisa atau sengaja ditambahkan untuk suatu keperluan yang belum dapat digantikan dengan yang lain pada bahan makanan (bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat produk makanan) atau produk makanan ini diusulkan dengan pertimbangan:

a) kadar ethanol serendah ini tidak akan membuat ingredient atau produk makanan bersifat memabukkan. Lebih rendah atau sama dengan kadar ethanol beberapa produk makanan seperti roti (0.3%), kicap masin Jepang  (dibawah 1%), dan cuka (dibawah 1%);
c) sama dengan batas yang ditetapkan oleh MUI dalam menetapkan minuman keras;
d) ingredient makanan tidak langsung dimakan/diminum;  tetapi digunakan dalam pembuatan produk makanan bercampur dengan bahan-bahan lain, sehingga kadar ethanol produk makanan akan lebih rendah dari batas di atas. Akan tetapi, ethanol tidak boleh digunakan sebagai pelarut akhir suatu ingredient makanan seperti perasa (contohnva eseens) dan pewarna. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penyalahgunaannya, walaupun jika eseens ini digunakan untuk membuat produk makanan (maksimum 1%) maka tidak akan membuat produk makanan yang dibuat tersebut bersifat memabukkan.

Dipetik dari Bahan Kuliah “Teknologi dan Sistem Management Makanan Halal”; Sub bab : Alkohol
Departemen Ilmu dan Teknologi Makanan– Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor
Pemateri : Dr. Ir. Anton Apriantono, MS (Dosen IPB, Auditor LPPOM MUI, Menteri Pertanian 2004-2009) link

Wallahu'alam Bishawab



Suka entri ini? (=^_^=)

comment 0 comments:

--------------------------- (=^_^=) ------------------------------

Related Posts with Thumbnails

Followers

© 2010 Genius Resources is proudly powered by Blogger